Jumat, 24 Juli 2009

BAb 18
Tata ruang, disain, dan pemandangan barang-barang perdagangan

Bilamana para peritel sedang menemukan kesulitan untuk menciptakan suatu keuntungan yang berbeda atas dasar brpdn, harga, promosi, dan lokasi, maka toko itu sendiri menjadi suatu peluang untuk memperbedakan pasar. Pada kenyataannya, para konsumen saat itu memiliki suatu banyak pilihan berbelanja diluar toko. Untuk beberapa pasti ada alasan yang sangat mendorong untuk perp suatu toko bilamana barang-barang perdagangan yang sama juga telah ada tersedia di internet. Dan para pembelanja juga tidak perlu pusing akan waktu, perparkiran, atau membawa barang belanjaan ke rumah. Dengan demikian maka lebih daripada masa lalu, para peritel harus menciptakan suatu rancangan toko yang ada dengan teknik barang-barang perdagangan yang inovatif guna membuat orang membuang pencatatan mereka dan perusahaan berbelanja ke toko.
Beberapa peritel suka untuk memikirkan tentang toko mereka sebagai suatu teater. Dinding dan lantai merupakan panggung. Pencahayaan, fixtur, dan komunikasi visual seperti pertanda / petunjuk jalan merupakan kesatuan. Dan barang-barang perdagangan merupakan pertunjukan. Seperti halnya teater, disain toko dan semua komponennya seharusnya bekerja secara selaras guna mendukung barang-barang perdagangan, daripada bersaing dengan hal tersebut.
Bilamana merancang atau merancang ulang sebuah toko, maka para manajer harus mempertimbangkan tiga sasaran. Pertama, suasana / atmospir toko harus konsisten dengan citra toko dan keseluruhan strategi. Sasaran yang Kedua dari suatu rancangan toko yang baik adalah membantu mempengaruhi keputusan pembeli oleh para pelanggan. Pada akhirnya, bilamana membuat keputusan rancangan, maka para manajer harus memikirkan produktivitas dari ruang ritel tersebut – seberapa banyak penjualan yang dapat dihasilkan dari masing-masing persegi kaki dari ruang tersebut.
Barang-barang perdagangan yang menggoda hati ( pembelian produk tanpa dengan perencanaan sebelumnya seperti permen, baterey ) sering kali ditempatkan pada area pintu keluar karena orang sering kali keluar-masuk pada lini dengan tanpa dengan melakukan apapun kecuali membeli. Perilaku pembelian pelanggan juga dipengaruhi oleh keadaan dari atmospir toko.

TATA RUANG TOKO
Untuk merancang suatu tataruang toko yang baik, maka para perancang toko harus menyeimbangkan beberapa sasaran – sasaran yang sering kali konflik. Pertama, tataruang toko hendaknya menggoda para pelanggan untuk bgr disekitar toko untuk membeli lebih banyak barang-barang perdagangan daripada yang sebenarnya telah mereka rencanakan. Salah satu metode adalah untuk mengungkapkan kepada pelanggan dengan suatu tataruang toko yang memfasilitasi suatu pola lalulintas yang specifik.
Metode yang lainnya untuk membantu para pelanggan bergerak melalui toko adalah dengan menyediakan variasi. Toko seharusnya dipenuhi dengan sedikit tempat kesenangan dan cela-celah yang menggoda para pembelanja untuk berkeliling-keliling disekitarnya. Seorang perancang toko tidak perlu dipenuhi dengan ruang saetapak yang dipenuhi dengan lorong panjang diantara rak-rak dan papan rak. Berbagai tingkatan dan jalan yang landai akan menambahkan variasi. Jika lantai harus rata, paling tidak display yang tinggi dapat divariasikan guna menghindari suatu penyajian yang monoton.
Suatu sasaran yang kedua dari suatu tataruang toko yang baik adalah dengan menyediakan suatu keseimbangan diantara memberikan kepada pelanggan dengan ruang yang memadai dimana untuk berbelanja dan secara produktif dengan cara menggunakan sumber daya yang mahal, sering kali sumber daya yang langka ini untuk barang-barang perdagangan. Suatu toko dengan banyak orang yang menciptakan suatu rasa keceriaan dan, dengan penuh harapan, meningkatkan pembelian. Akan tetapi suatu toko dengan terlalu banyak rak dan display dapat menyebabkan para pelanggan menjadi bingung atau bahkan tersesat.
Untuk memenuhi sasaran tersebut, para perancang toko memutuskan tentang  Jenis disain alternatif,  Menempatkan ruang untuk fitur dan area penjualan stock curah, dan  Membuat pemakaian yang efisien terhadap dinding. Pada waktu yang sama, para peritel harus mencoba untuk membuat toko mereka fleksible sehingga pengaturan dapat menjadi mudah untuk menciptakan tataruang toko.

I. JENIS DISAIN
Pengecer modern saat ini menggunakan tiga jenis utama tentang disain tataruang toko : Grid (jaringan), racetrack (perlombaan jejak), dan free-form ( bentuk bebas).
a. Grid. Tataruang grid adalah ilustrasi yang terbaik oleh umumnya operasional toko grosir dan warung kelontong. Yang berisikan gondola panjang dan lorong dari barang-barang perdagangan didalam suatu pola pengulangan. Grid tersebut pengaturan, akan tetapi hal itu adalah perjalanan berbelanja yang baik yang mana pelanggan merencanakan bergerak pada keseluruhan toko.
b. Racetrack. Salah satu permasalahan dengan disain grid adalah bahwa pelanggan tidak yang secara alami ditarik kedalam toko. Hal ini bukanlah suatu persoalan didalam toko grosir, dimana umumnya pelanggan memiliki suatu dugaan yang baik tentang apa yang akan mereka beli sebelum mereka memasuki toko.
Tataruang racetrack (yang juga dikenal sebagai suatu loop : pengulangan) adalah suatu jenis tataruang toko yang menyediakan suatu lorong utama guna memudahkan lalulintas pelanggan yang memiliki akses pada berbagai jalan masuk pada toko.
c. Free-form (bentuk bebas). Suatu tataruang free-form ( yang juga dikenal sebagai tataruang boutique) yang mengatur fitur dan lorong asimetri. Yang berhasil digunakan terutama didalam toko kecil tertentu atau didalam departemen dari toko besar
d. Area corak. Area corak yang dirancang untuk mendapatkan perhatian pelanggan. mereka meliputi penutup akhir, lorong atau area promosi, freestanding fixture (:perlengkapan tetap tetap yang berdiri bebas )dan boneka pajangan yang memperkenalkan suatu toko barang-barang lunak, jendela, dan titik area penjualan.
Penutup akhir adalah bertempat pada akhir dari suatu lorong. Yang tidak selalu diperlukan untuk mempergunakan penutup akhir untuk penjualan, bagaimanapun juga. Sehubungan pada jarak penglihatan mereka yang tinggi, maka penutup akhir juga digunakan untuk menonjolkan item promosi tertentu, seperti bir, irisan kentang ( potato chip) sebelum hari tanggal empat Juli (hari proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat).
Suatu lorong atau area promosi yang digunakan sepadan pada suatu penutup akhir.
Freestanding fixture ( perlengkapan tetap tetap yang berdiri bebas) dan boneka pajangan yang bertempat pada lorong yang dirancang terutama untuk mendapatkan perhatian pelanggan dan membawa mereka kedalam suatu toko.
Point of sale areas ( {:tempat area penjualan} yang juga dikenal sebagai point of purchase atau POP : titik/tempat pembelian ) yang dapat menjadi bagian yang paling bernilai dari real estate didalam toko, karena pelanggan adalah yang hampir ditangkap ditempat tersebut.
Bulk-of stock Area. Bulk of stock area( area persediaan barang curahan ) berisikan seluruh campuran dari barang perdagangan. Barang-barang perdagangan ini biasanya diperkenalkan dengan suatu area fitur.
Walls (dinding) Karena ruang eceran sering kali langka dan mahal, maka beberapa pengecer telah berhasil semakin meningkatkan kemampuan mereka untuk menyimpan persediaan ekstra, pajangan barang perdagangan, dan secara kreatif menghadirkan suatu pesan dengan cara mempergunakan ruang dinding.


Fleksibilitas (kelenturan) dari Disain Toko
Sehubungan perubahan pada barang perdagangan, sehingga keharusan sebuah citra toko. Dengan demikian maka para perencana toko mencoba untuk merancang toko dengan fleksibilitas yang maksimum. Fleksibilitas dapat mengambil dua bentuk : kemampuan untuk yang secara fisik menggerakkan komponen toko dan memudahkan dengan komponen yang mana yang dapat dimodifikasi.

Pengenalan kebutuhan terhadap diantara yang Cacat
Suatu pertimbangan yang penting pada disain toko apapun atau keputusan perancangan ulang adalah the American with Disabilities Act / undang-udang orang cacat Amerika ( ADA ). Penunjuk hukum hak-hak sipil pemerintah federal ini melindungi orang yang cacat terhadap diskriminasi di dalam ketenagakerjaan, transportasi, akomdasi umum, telekomunikasi, dan aktivitas terhadap pemerintahan negara dan lokal. Karena kedua-duanya, baik pemilik dari suatu pusat pembelanjaan dan maupun peritel adalah bertanggung jawab untuk pemenuhan, penyewaan bisa melukiskan tanggung jawab, meskipun penyewaan mengurangi tidak satupun diantara kelompok terhadap kewajiban hukum mereka untuk tidak mendiskriminasikan.
Kebutuhan untuk pemenuhan dengan ADA adalah berbeda-beda tergantung pada apakah hal tersebut adalah suatu fasilitas yang ada, suatu fasilitas yang baru dibangun, ataukah suatu fasilitas yang sedang menjalani pemodelan ulan.

PERENCANAAN TEMPAT
Penempatan ruang pada toko, kategori, dan akhirnya item adalah salah satu dari keputusan yang paling sulit dan rumit para perencana toko dan para manajer kategori. Mereka harus menjawab pertanyaan berikut ini :
.Item apakah yang harus dibawah oleh penjaja, kategori, dan toko?;
.Seberapa banyak item yang harus dibawah ?;
.Seberapa banyak ruang yang seharusnya diambil untuk barang perdagangan ?;
. Dimanakah seharusnya barang perdagangan ditempatkan ?
(1).Bagaimanakah barang perdagangan bisa mendatangkan keuntungan ?; (2).Bagaimanakah akan pergantian terhadap rencana persediaan dan pengaruh
hasil rasio penyimpanan untuk dijual. Seberapa banyak SKU secara normalnya akan dibawah didalam persediaan ? ;
(3).Bagaimanakah cara barang perdagangan akan dipajang ?.
(4).Item apakah yang diharapkan oleh pengecer untuk ditekankan?.
(5).Akankah lokasi ari barang-barang perdagangan tertentu ditarik dari
pelanggan melalui toko, dengan demikian maka memberikan fasilitas
pembelian ?

Lokasi ( Toko ) Departemen
Semakin lebih banyak perdagangan melalui suatu departemen, maka akan semakin lebih baik lokasi tersebut. Sayangnya, setiap departemen tidak dapat ditempatkan didalam lokasi yang terbaik. Para pengecer harus mempertimbangkan kebutuhan tambahan faktor penghasil dan antar hubungan diantara departemen bilamana menetukan lokasi mereka.
1. Keuntungan Lokasi yang Relatif - Lokasi yang terbaik didalam toko tergantung pada lokasi lantai, posisi didalam suatu lantai, dan lokasi nya yang relatif didalam lalulintas lorong/gang, jalan masuk, eskalator(tanggal), dan seterusnya.
2. Dorongan (hati nurani) produk. kebutuhan musiman. Beberapa departemen harus lebih fleksibel dari pada yang lainnya. Sebagai contoh, adalah sangat menolong untuk menempatkan baju musim dingin dekat pakaian olahraga.
3. Kebutuhan/area tujuan. Kebutuhan anak-anak adalah barang-barang khusus yang mahal, departemen mebel/furnitur sebagaiman pula area pelayanan pelanggan seperti salon kecantikan, kantor kredit, dan studio phografi yang biasanya bertempat pada tempat yang biasa – disudut dan pada lantai yang paling atas.
4. Kebutuhan musiman. Beberapa departemen harus lebih fleksibel dari pada yang lainnya. Sebagai contoh, adalah sangat menolong untuk menempatkan baju musim dingin dekat pakaian olaraga.
5. Karakteristik fisik barang-barang perdagangan. Departemen yang memerlukan jumlah ruang lantai yang besar, seperti funitur, yang sering kali bertempat didalam lokasi yang kurang diinginkan.
6. Departemen yang berdekatan. Beberapa toko pada masa kini adalah penggabungan secara tradisional departemen atau kategori terpisah guna memberikan fasilitas beberapa pembelian dengan cara menggunakan analisa keranjang (tempat barang ) pasar
7. Penilaian suatu tata ruang Departemen. Meskipun mereka banyak memanfaatkan kamera video yang tersembunyi dan peralatan teknologi tinggi lainnya, peralatan riset mereka yang paling penting adalah secarik kertas yang disebut track sheet lembar pelacakan yang berada ditangan individu yang mereka sebut pelacak / Tracker. Tracker mengikat para pembelanja dan mencatat segala sesuatu yang mereka lakukan. Mereka juga membuat kesimpulan tentang perilaku konsumen berdasarkan pada apa yang mereka amati.

Lokasi barang-barang perdagangan didalam Departemen.
Pemakaian terhadap planogram.
Sebuah planogram adalah suatu diagram yang diciptakan dari photografi, hasil komputer, atau kreasi seniman yang melukiskan secara tepat dimana setiap SKU seharusnya ditempatkan, yang berguna untuk menentukan dimana barang-barang perdagangan seharusnya ditempatkan di dalam suatu departemen, para peritel dari semua jenis menghasilkan map / peta yang dikenal sebagai planogram. Masing-masing planogram disertai dengan laporan yang berikut ini : suatu laporan produktivitas dengan SKU yang berdasarkan pada sejarah penjualan; suatu analisa ABC dengan SKU, suatu laporan pemanfaatan ruang yang menggambarkan persentase dari ketersedia ruang yang digunakan di dalam planogram; dan suatu laporan perbandingan yang dapat menggambarkan produktivitas diantara dua ruang ritel manapun diantara suatu ruang yang terakhir dan yang telah diusulkan.
Planograming yang dijalankan secara elektronik meminta pengguna untuk memberi input nomor model atau kode UPC, margin produk, perputaran, ukuran pengemasan produk atau gambaran pengemasan yang sebenarnya, dan informasi lain yang berhubungan kedalam program tersebut. Komputer merencanakan planogram berdasarkan pada prioritas peritel.
Planogram juga sangat berguna untuk barang-barang perdagangan yang tidak sesuai dengan gondola pada suatu toko bahan makanan atau toko diskon.

Mengevaluasi Produktivitas Ruang
Suatu ukuran produktivitas ( rasio dari suatu output dengan suatu input ) menentukan seberapa efektif suatu peritel menggunakan suatu sumber daya. Pada umumnya peritel mengukur produktivitas ruang terhadap suatu dasar per persegi kaki penjualan, karena sewa dan pembelian tanah adalah dinilai atas dasar suatu per persegi kaki. Akan tetapi hal tersebut adalah lebih efisien untuk mengukur profitablitas ( kemampuan memperoleh keuntungan ) dengan cara menggunakan penjualan per linier kaki.
Bilamana menempatkan ruang untuk barang-barang perdagangan atau suatu departmen store, seorang manajer ritel harus mempertimbangkan pengaruh profit pada keseluruhan departemen. Ingatlah, sasarannya adalah untuk memaksimumkan profitablitas toko tersebut, bukan hanya suatu departemen saja. Karena kometik dan obat-obatan memiliki suatu margin kotor yang relatif tinggi per persegin kaki., maka manajemen harus memberikan pada hal tersebut suatu ruang yang lebih besar .
Cara lainnya untuk mengevaluasi kinerja ruang ritel adalah memperbandingkan produktivitas diantara dua ruang ritel manapun atau diantara suatu ruang terakhir dan suatu ruang yang telah diusulkan.



TEKNIK PRESENTASI BARANG-BARANG PERDAGANGAN
Berbagai metode yang tersedia bagi para pengecer untuk menyajikan barang-barang perdagangan kepada konsumen. Untuk memutuskan yang mana yang terbaik untuk suatu situasi tertentu, para perencana toko harus mempertimbangkan empat persoalan berikut ini.
Pertama, dan mungkin yang paling penting, barang perdagangan seharusnya dipajang didalam suatu sikap yang konsisten dengan citra toko.
Kedua, para perencana toko harus mempertimbangkan keadaan alami produk tersebut.
Ketiga, pengepakan/pengemasan sering kali mendikte bagaimana produk tersebut dipajang.
Keempat, potensi keuntungan produk mempengaruhi keputusan pajangan.
Didalam seksi ini, kita akan menguji beberapa teknik presentasi khusus. Kemudian kita akan melukiskan pemakaian peralatan tetap didalam presentasi barang perdagangan ini.

Presentasi yang Berorientasikan pada Gagasan
Beberapa pengecer yang berhasil mempergunakan suatu gagasan – orientasi presentasi – suatu metode mengenai penyajian barang perdagangan yang berdasarkan pada suatu gagasan spesifik atau citra dari toko tersebut.
1. Presentasi Gaya / Item – Mungkin teknik pengaturan persediaan yang paling umum adalah dengan gaya atau item
2. Presentasi Warna – Suatu teknik presentasi yang tegas adalah dengan warna
Memberikan Lini Harga - para pelanggan dengan mudah menemukan barang perdagangan pada harga yang ingin mereka bayar.
3. Barang Perdagangan Vertikal – disini barang perdagangan disajikan secara vertikal dengan menggunakan dinding dan gondola yang tinggi.
Lini penetapan harga - Mengorganisasikan bdpdg di dalam kategori harga, atau lini penetapan harga ( Bilamana para peritel menawarkan suatu jumlah poin harga terbatas yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Tonasi Barang-barang Perdagangan – adalah suatu teknik pemajangan dimana kuantitas besar barang-barang perdagangan dipajangkan bersama-sama.
5. Presentasi Bagian Depan - (suatu metode tentang penempatan barang-barang perdagangan dimana pengecer mengungkapkan sebanyak mungkin produk untuk menangkap mata para pelanggan .
6. Peralatan Tetap / Fixture – Tujuan utama untuk peralatan tetap adalah untuk memegang dan memajang barang-barang perdagangan secara efisien. Pada waktu yang sama, mereka harus membantu menentukan area dari suatu toko dan mendorong alr lalulintas. Peralatan tetap / fixture harus berada di dalam konser dengan aspek-aspek fisik toko yang lainnya, seperti penutup lantai dan pencahayaan, sebagaimana pula pada keseluruhan citra dari toko tersebut.

Empat Jenis Peralatan Tetap
1. Rak lurus yang berisikan suatu pipa panjang digantungkan dengan dukungan pada lantai atau menempel pada suatu dinding.
2. Suatu pemutar ( yang juga dikenal sebagai suatu peralatan tetap curah atau kapasitas peralatan tetap) adalah suatu peralatan tetap yang berputar yang bertempat pada suatu tumpuan.
3. Suatu Empat Cara Peralatan Tetap ( juga dikenal sebagai suatu corak peralatan tetap ) yang memiliki dua tonggak yang menempati garis tegak lurus pada satu dengan yang lainnya pada suatu tumpuan
4. suatu Gondola adalah suatu jenis bagian dari counter swalayan / layan sendiri dengan deretan rak-rak yang bertingkat, peti atau tiang pancang.

SUASANA
Suasana mengacu pada disain dari suatu lingkungan dengan melalui komunikasi visual, pencahayaan, penwarnaan, musik, dan wangi-wangian guna mendorong persepsi pelanggan dan tanggapan emosional dan akhirnya untuk mempengaruhi perilaku pembelian mereka .
1. Komunikasi Visual – Yang terdiri dari grafik, papan tanda, dan pengaruh yang dibuat-buat, kedua-duanya didalam toko dan dijendela – membantu meningkatkan penjualan dengan cara menyediakan informasi tentang produk dan saran tentang item atau pembelian khusus.
2. Menyelaraskan papan tanda dan grafik – Papan tanda dan grafik seharusnya dianggap sebagai suatu jembatan diantara barang-barang perdagangan dan sasaran pasar.
3. Memberitahukan kepada pelanggan - Papan tanda dan grafik yang bersifat informasi dapat membuat barang-barang perdagangan lebih diinginkan.
4. Pemakai papan tanda dan grafik sebagai tiang penyangga – Pemakaian papan tanda atau grafik yang disamarkan sebagai tiang penyangga ( atau sebaliknya) adalah suatu cara yang besar untuk mempersatukan tema dan barang-barang perdagangan untuk suatu daya tarik pada seluruh penyajian.
5. Menjaga papan tanda dan grafik tetap cemerlang – Papan dan grafik seharusnya berhubungan pada item yang dipajang dan seharusnya tidak ditinggalkan didalam toko atau dijendela setelah pemajangan dipindahkan.
6. Membatasi Tiruan Papan Tanda – karena suatu tujuan utama papan tanda adalah untuk menangkap perhatian dan memberi tahukan kepada pelanggan, maka tiruan adalah penting pada seluruh keberhasilannya.
7. Mempergunakan Huruf Cetak atau papan tanda yang layak – Dengan menggunakan Huruf Cetak yang layak adalah hal yang penting untuk suatu keberhasilan papan tanda.
8. Menciptakan pengaruh yang dibuat-buat – bagian dari satuan yang dibuat-buat (theatrical) adalah pengaruh yang khusus yang melebihi, akan tetapi begitu mengkoordinasikan elemen yang lain.



II. PENCAHAYAAN
Pencahayaan yang baik di dalam suatu toko melibatkan lebih banyak dari pada hanya sekedar menynari ruang. Pencahayaan digunakan untuk menyinari barang-barang perdagangan, memahat ruang, dan menangkap suatu nuansa hati atau perasaan yang memperkuat citra toko.

a. Pencahayaan barang-barang perdagangan – Suatu sistem pencahayaan yang baik membantu menciptakan suatu perasaan akan keceriaan di dalam toko. Pada waktu yang sama, pencahayaan harus menyediakan suatu penafsiran warna yang akurat terhadap barang-barang perdagangan.
Kunci lain pemanfaatan pencahayaan yang disebut popping barang-barang perdagangan - yang memfokuskan pencahayaan terhadap area fitur dan item-item khusus. Dengan cara menggunakan pencahayaan dengan memfokuskan terhadap saku strategis terhadap barang-barang perdagangan maka akan melatih mata para pembelanja terhadap barang-barang perdagangan dan memikat para pelanggan secara strategis melalui toko tersebut,
b. Struktur Ruang dan Menangkap Suatu Nuansa Hati – Suasana hati bisa berubah dari untuk membeli sesuatu barang-barang perdagangan dengan barang-barang perdagangan yang lainnya sehubungan dengan perencanaan pencahayaan jelas.
c. Corak permainan menurun – Pencahayaan dapat menyembunyikan kesalahan dan disain toko yang tidak sesuai model.
d. Pencahayaan Eropa yang melintasi Atlantik – Secara tradisional toko khusus dan departmen store Amerika Serikat telah mempergunakan sumber pencahayaan lampu pijar guna mempromosikan kehangatan dan yang menyenangkan. Keseluruhan sumber pemcahayaan telah dikurangi dan tekanan pencahayaan telah ditegaskan untuk memperoleh perhatian pada barang-barang perdagangan dan display. Hal tersebut berarti untuk merasa seperti dirumah seseorang.
III. PENGWARNAAN
Pemakai warna yang kreatif dapat memperkuat suatu citra pengecer dan membantu menciptakan suatu nuansa hati. Riset telah menunjukkan bahwa warna yang hangat ( merah dan kuning) dapat menghasilkan efek physiologi dan psikologi sebaliknya dari warna yang sejuk.

IV. MUSIK
Sebagaimana warna dan pencahayaan, maka musik juga dapat menambahkan atau mengurangi dari suatu paket pada suasana keseluruhan pengecer.

V. PENGHARUM / WEWANGIAN
Umumnya keputusan pembelian adalah berdasarkan pada emosi. Dari keseluruhan pancaindera manusia, maka penciuman memiliki pengaruh yang sangat besar atas emosi manusia tersebut. Indra penciuman lebih tajam ketimbang pancaindra yang lainnya, adalah berada pada suatu garis lurus terhadap perasaan kebahagian, marah, kemuakan, dan nostalgia – perasaan yang sama yang oleh para pelaku pemasaran ingin untuk memakainya.

Ringkasan
Suatu layout/denah toko yang baik dapat membantu para pelanggan untuk menemukan dan membeli barang-barang perdagangan. beberapa jenis layout yang umumnya dipakai oleh para oleh para pengecer.
Rancangan tataruang grid adalah yang terbaik untuk toko dimana para pelanggan dapat mengharapkan untuk menjelajahi / mengungkap seluruh toko, seperti toko penjual bahan makanan dan toko kelontong ( drugstores). Rancangan racetrack adalah lebih umum untuk skala atas toko besar seperti departemen store.
Rancangan free-form biasanya ditemukan di toko kecil yang khusus dan di dalam lingkungan departemen toko besar. Para perancang toko juga haruslah secara hati-hati menggambarkan area-area toko yang berbeda-beda. Fitur / corak area, bulk stock, dan diiding yang masing-masing memiliki maksud unik mereka sendiri akan tetapi tetap saja haruslah dikoordinasikan guna menciptakan suatu tema yang menyatu.
Berupa cara untuk perdagangan yang dapat menolong para pengecer guna menghadirkan barang-barang perdagangan untuk memudahkan penjualan. Para pengecer haruslah mencoba untuk menekankan dengan pengalaman berbelanja dan menjawab beberapa pertanyaan mengenai kepuasan pelanggan .
Lokasi toko seharusnya ditentukan dengan keseluruhan tujuan memperoleh ke dan perputaran inventaris diantara bermacam-macam, jenis dari produk, perilaku pembelian konsumen, hubungan dengan barang-barang perdagangan di dalam toko departemen yang lainnya, dan karakteristik fisik barang-barang perdagangan.
Berbagai peralatan pengecer yang membentuk suasana/atmosphere – grafik, pertanda/sign, dan efek teater – guna menfasilitasi penjualan. Strategi juga melibatkan pencahayaan, warna, musik, dan aroma.

Senin, 29 Juni 2009

permasalahan

1. Permasalahan
Menurut Nazir, “Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian, ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan dan rintangan, adanya celah (gap) baik antar kegiatan atau antar fenomena, baik yang telah ada ataupun yang akan ada. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah itu, atau sedikit-dikitnya menutup celah yang terjadi.” (Nazir, 2005: 111).
Menurut Sumandi S, “Masalah atau permasalahan ada kalau ada kesenjangan (gap) antara das Sollen dan das Sein; ada perbedaan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara yang diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan, dan yang sejenis dengan itu. Banyak kali, kesenjangan itu mengenai pengetahuan dan teknologi; informasi yang tersedia tidak cukup, teknologi yang ada tidak memenuhi kebutuhan, dan sebagainya. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah itu atau dengan kata lain dapat menutup atau setidak – tidaknya memperkecil kesenjangan itu.” (Sumandi S, 1983: 66)
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian, sangat berguna untuk membersihkan kebingungan kita akan suatu hal, untuk memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi rintangan ataupun untuk menutup celah antarkegiatan atau fenomena.
Menurut Supranto, “ Penelitian atau riset dilakukan kalau ada masalah di mana hasil penelitian tersebut berguna untuk dasar pembuatan keputusan dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Memecahkan masalah berarti upaya untuk menghilangkan faktor penyebabnya. Jadi, sebenarnya riset atau penelitian dilakukan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya masalah tersebut. Masalah adalah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan atau harapan. Masalah muncul pada tempat dan waktu tertentu.
Contoh masalah:
1. Dalam binis : menurunnya hasil penjualam, distribusi tidak lancar, menurunnya tingkat produktivitas karyawan , menyusutnya pangsa pasar, banyaknya karyawan pindah, komitmen para karyawan terhadap organisasi yang sangat rendah, banyaknya konsumen yang tidak puas.
2. Dalam pemerintahan: pendapatan perkapita yang sangat rendah, laju pertumbuhan ekonomi yang rendah, tingkat inflasi yang mencapai dua ”digit”, jumlah pengangguran yang meningkat.
3. Bidang pendidikan: banyaknya murid/mahasiswa yang putus sekolah (drop out), rendahnya lulusan perguruan tinggi yang bisa lulus test masuk kerja di perusahaan- perusahaan, minimumnya sumber referensi untuk dasar untuk penulisan tesis, semangat mengajar para dosen menurun.
Bidang hukum: lemahnya penegakan hukum (law enforcement), rendahnya tingkat kesadaran hukum, makin meningkatnya pelanggar hukum, meningkatnya kriminalitas/kejahatan ekonomi, menumpuknya perkara di Mahkamah Agung, lambatnya proses penyelesaian perkara, kenaikan denda pelanggaran lalu lintas yang tidak diikuti menurunnya atau berkurangnya jumlah pelanggaran lalu lintas.” .” (Supranto, 2003: 306-308).

2. Latar Belakang
Dalam kenyataan, tidak semua permasalahan dapat diteliti secara ilmiah. Demikian, juga tidak semua permasalahan yang dapat diteliti dianggap sebagai permasalahan yang baik. Permasalahan yang baik terdiri atas empat komponen, yaitu latar belakang, identifikasi, pembatasan, dan perumusan permasalahan.
Menurut Aritonang R, ”Latar belakang mencakup argumentasi mengenai pentingnya (topik) permasalahan untuk dijawab, Hal intu dapat dikemukakan dengan menunjuk kondisi negatif yang ada dan yang akan ada bila suatu permasalahan tidak terjawab ataupun kondisi positif yang akan hilang. Argumentasi itu perlu juga didukung dengan data sekunder yang ada. Pada latar belakang permasalahan perlu juga dikemukakan kedudukan atau keberadaan permasalahan yang akana diteliti dalam konteks permasalahan yang lebih luas. Uraian mengenai hal itu dikemukakan secara deduktif, yaitu dari hal yang lebih luas (umum) ke hal yang lebih sempit (khusus).” (Aritonang R, 2007: 21). Misalnya, kita akan meneliti pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Untuk itu, kita perlu mengacu pada industri di mana perusahaan yang diteliti dalam konteks industrinya terurai secara jelas.
Menurut Arikunto, ” Agar peneliti dapat merumuskan latar belakang dan alasan pentingnya penelitian dilakukan, mereka harus sanggup menangkap adanya celah atau kesenjangan sebagai gejala yang ideal. Untuk dapat melihat kesenjangan ini memang diperlukan ”rasa tanggap” yang baik. (Arikunto, 1995: 14).
Dalam Website www.azuarjuliandi.com, “ Istilah-istilah Latar belakang masalah= latar belakang= background= alasan penting pemilihan judul/masalah penelitian
• Isi Latar belakang=
– mengemukakan masalah-masalah/gejala-gejala masalah yang berkaitan dengan variabel di dalam judul, yang diawali dengan masalah-masalah variabel terikat (dependen/Y) lalu diikuti masalah-masalah variabel bebas (independen/X).
– Masalah-masalah yang dikemukakan boleh didukung oleh dokumen perusahaan, dokumen media massa, hasil pengamatan, dan sangat baik jika didukung oleh referensi-referensi dari buku, jurnal, skripsi, tesis, atau disertasi

• Langkah-langkah menyusun latar belakang masalah:
– Kemukakan arti penting / peranan penting / manfaat dari variabel terikat, baik bagi organisasi maupun bagi karyawan, atau pihak lain. Dukung dengan referensi dari buku atau jurnal.
– Kemukakan gejala-gejala masalah yang berkaitan dengan variabel terikat tersebut, dukung dengan dokumen, hasil pengamatan, wawancara, atau angket, yang telah diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan (prariset)
– Kemukakan faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi variabel terikat tersebut. Dukung dengan referensi dari buku teks atau jurnal.
– Pilih satu atau beberapa faktor tersebut yang dianggap paling penting untuk dijadikan variabel terikat dalam penelitian kita.
– Kemukakan gejala-gejala masalah dari setiap faktor yang sudah dipilih tersebut, dukung dengan dokumen, hasil pengamatan, wawancara, atau angket, yang telah diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan (prariset).

Pada latar belakang masalah, diuraikan faktor-faktor yang melatarbelakangi perlunya masalah itu diteliti, ditinjau dari segi kepentingan (urgensi) dan motivasi penelitian yangdiusulkan.Dalam hal ini dipaparkan pula argumentasi (rasionalitas) perlunya penelitian tersebut dilakukan. Perlu juga disinggung penelitian sejenis yang pernah dilakukan serta perbedaannya dengan penelitian yang sekarang. Jika diperlukan, dapat diungkapkan dataempirik tentang penelitian masalah yang akan diteliti.

Menurut Tim PPTA, ” Latar belakang masalah hendaknya menjelaskan tentang sebab dipilihnya suatu topik/judul penelitian. Latar belakang masalah dapat berawal dari mengemukakan suatu fakta, masalah dalam kenyataan ataufenomena dalam ilmu pengetahuan, temuan penelitian terdahulu, atau karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Latar belakang ini dapat juga merupakan justifikasi mengenai pentingnya judul penelitian yang dipilih tersebut atau mengapa penelitian dengan judul tersebut perlu dilakukan. Latar belakang harus relevan dengan perumusan masalah. Jadi latar belakang dikemukakan agar dapat memberikan landasan sebelum memasuki perumusan masalah. Latar belakang tidak diperkenankan hanya merupakan asumsi/ pendapat pribadi tanpa pertanggungjawaban secara ilmiah. Oleh karena itu, pada latar belakang masalah biasanya dipaparkan tentang teori, hasil-hasil penelitian, kesimpulan seminar dan diskusi ilmiah. (Tim PPTA, 2006: 2).

3. Identifikasi Permasalahan
Menurut Nazir, ”Sebelum seorang peneliti dapat merumuskan masalah untuk penelitiannya, maka ia lebih dahulu harus mengidentifikasikan dan memilih masalah itu.Walaupun masalah yang ada dan tersedia cukup banyak, tetapi cukup sulit bagi si peneliti untuk memilih masalah mana yang akan dipilihnya untuk penelitiannya. Si peneliti harus mencari masalah yang mempunyai ciri-ciri yang baik, dan si peneliti harus mengetahui sumber dan tempat mencari masalah tersebut.” (Nazir, 2005: 112).
Menurut Aritonang R, “Identifikasi permasalahan mencakup apa saja yang ada mengenai topik suatu penelitian. Permasalahan itu lebih dari satu dan masing-masing sebaiknya dirumuskan dalam kalimat pertanyaan.” (Aritonang, 2007: 21).
Dalam Website www.azuarjuliandi.com, “Identifikasi masalah= problem
identification= pengenalan masalah= inventarisir masalah
• Sumber yang relevan: intisarikan dari latarbelakang masalah
• Isi identifikasi masalah:
– Kemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi variabel terikatnya (intisarikan dari latar belakang masalah)
Contoh:
Kinerja karyawan dalam suatu perusahaan umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: motivasi, dukungan perusahaan, dan kemampuan karyawan
– Kemukakan gejala-gejala masalah dari setiap variabel/masalah (intisarikan dari latar belakang masalah)
Contoh:
Dua dari faktor di atas, yakni motivasi dan kemampuan karyawan diasumsikan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja. Gejala-gejala masalah yang terkait dengan ketiga masalah tersebut adalah:
- Kinerja:…… , …… , …… , …… , …… , (intisarikan dari latar belakang
masalah
- Motivasi:…… , …… , …… , …… , …… , (intisarikan dari latar belakang
masalah
- Kemampuan karyawan:…… , …… , …… , …… , …… , (intisarikan dari
latar belakang masalah
Catatan: Anda dapat lebih inovatif dalam mengemukakan latar belakang
masalah, asalkan tidak lari dari hakikat identifikasi masalah

4. Pemilihan Masalah
Setelah masalah diindentifikasi, belum merupakan jaminan bahwa masalah tersebut layak dan sesuai untuk diteliti. Biasanya, dalam usaha mengindentifikasi atau menemukan masalah penelitian dikemukan lebih dari satu masalah. Dari masalah – masalah tersebut perlu dipilih salah satu, yaitu mana yang paling layak dan sesuai untuk diteliti. Menurut Sumandi S, ”pertimbangan untuk memilih atau menentukan apakah sesuatu masalah layak dan sesuai untuk diteliti, pada dasarnya dilakukan dari dua arah, yaitu:
1. Pertimbangan Dari Arah Masalahnya.
Untuk menentukan apakah sesuatu masalah layak untuk diteliti perlu dibuat pertimbangan pertimbangan dari arah masalahnya atau dari sudut objektif. Dari sudut objektif ini, pertimbangan akan dibuat atas dasar sejauh mana penelitian mengenai masalah yang bersangkutan itu akan memberi sumbangan kepada :
a. Pengembangan teori dalam bidang yang bersangkutan dengan dasar teoritis penelitiannya .
b. Pemecahan masalah – masalah praktis.
2. Pertimbangan Dari Arah Calon Penelitian
Dari segi subjektif, yaitu pertimbangan dari arah calon peneliti, perlu dipertimbangakan apakah masalah itu sesuai dengan calon peneliti. Sesuai atau tidaknya sesuatu masalah itu untuk diteliti terutama bergantung kepada apakah masalah tersebut manageable atau tidak oleh si calon peneliti. Manageability itu terutama dilihat lima segi, yaitu:
a. Biaya yang tersedia.
b. Waktu yang dapat digunakan.
c. Alat – alat dan perlengkapan yang tersedia.
d. Bekal kemampuan teoritis.
e. Penguasaan metode yang diperlukan.” (Sumandi S,1983: 69)
Menurut Kartini K, Terdapat beberapa petunjuk untuk menetukan pemilihan masalah tersebut di berikan di bawahi :
a. Terjangkau oleh peneliti
Dengan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan intelektualnya peneliti harus mampu memecahkan maslah yang dicakup oleh topic. Kecuali memiliki ilmu pengetahuan yang cukup, perlu pula dimiliki keterampilan mengolah data. Disampng itu perlu ditentukan unit waktu yang cukup untuk membahas semua aspek permasalahan yang berkaitan dengan topic, tak dilupakan ialah syarat pembiayaan, misalanya untuk melakukan observasi, angket, eksperimen dan lain – lain.
Topik yang dipilih itu tidak menimbulkan kesulitan dalam mendapatkan seorang pembimbing, sponsor atau konsultan. Lagi pula seyogyanya ada bantuan, dukungan, dan kerjasama yang cukup baik denga kolega dan semua pihak yang mempunyai sangkut paut dengan penelitian.
b. Topik cukup menarik dan penting untuk diselidiki.
Menarik oleh karena membangkitkan minat pada peneliti. Sebab suatu penelitian yang dilakukan dengan minat tinggi akan menimbulkan entusiasme dan ketahanan joang dalam semua aktivitasnya. Khususnya ialah minat untuk memperoleh kebenaran ilmiah, dan bukan berdasarkan interest tertentu guna memberikan pembuktian “kebenaran” dari teori atau hipotesa sendiri. Oleh karena itu diharapkan agar peneliti bekerja secara obyektif dan tidak menyelipkan harapan – harapan dan keinginan pribadi. Topik itu cukup penting, dalam pengertian bias memberikan sumbangan ilmiah kepada ilmu pengetahuan dan secara implisit memiliki kegunaan praktis.
c. Dihindari duplikasi atau penjiplakan topik lama
Plagiat atau “pencurian huruf” itu tidak memberikan manfaat pada semua pihak. Kadang – kadang memang diperlukan pengolahan kembali suatu topik lama, oleh karena kondisi sosialnya sudah berubah dan sangat pesat berkembang, juga berbeda dengan saat penelitian yang pertama. Misalanya penelitan mengenai Angkatan Udara sebelum Perang Dunia II dibandingkan dengan peranannya bagi Pertahanan Nasional pada tahun 1990.
Sebab lain yang mendorong diadakannya penelitian kembali ialah kurangnya waktu dan kemampuan pada pribadi peneliti yan terdahulu, sehingga penyelidikannya belum mencakup aspek – aspek yang pokok. Dapat juga disebabkan oleh alas an diragukannya validitas (sah atau berlaku) penelitian yang pertama. Karena mengandung kesesatan – kesesatan.
d. Riset seyogyanya mempunyai keguanan praktis dan mengandung nilai – nilai pragmatis.
Nilai pragmatis itu artinya tidak murni ilmiah, akan tetapi juga diarahkan pada praktek atau kepentingan umum dan kegunaan umum. Patut dipelajari dan diselidiki, karena bermanfaat untuk diterapkan dalam praktek. Lagi pula bisa memberikan sumbangan praktis terhadap hidup sehari – hari, sebab bisa memberikan fasilitas atau kemudahan dan comfort lebih banyak pada manusia.
e. Data cukup tersedia untuk membahas topik.
Penelitian dan pendalaman topik perlu didukung oleh data yang cukup banyak dan meyakinkan. Sebab data tersebut diperlukan untuk menganalisa situasi topik, dan mengadakan verifikasi terhadap materi perpustakaan (library study), dokumen – dokumen, laporan – laporan, jurnal, perencanaan dan lain – lain.

5. Ciri-Ciri Masalah Yang Baik
Ada beberapa ciri masalah yang harus di perhatikan, baik dari segi isi dari rumusan masalah, ataupun dari segi kondisi penunjang yang diperlukan dalam pemecahan masalah yang telah dipilih. Menurut Nazir, “ciri-ciri masalah yang baik adalah sebagai berikut:

1. Masalah yang dipilih harus mempunyai nilai penelitian.
Masalah untuk suatu penelitian tidaklah dipilih seadanya saja. Masalah harus mempunyai isi yang mempunyai nilai penelitian, yaitu mempunyai kegunaan tertentu serta dapat digunakan untuk suatu keperluan. Dalam memilih masalah, maka masalah akan mempunyai nilai penelitian jika hal-hal berikut diperhaitkan:
a. Masalah haruslah mempunyai keaslian.
Masalah yang dipilih haruslah mengenai hal-hal yan up to date dan hindarkan masalah yang sudah banyak sekali dirumuskan orang dan sifatnya sudah usang. Contoh: tentu menggelikan jika masalah yang dipilih adalah : apakah warna tahi Ir.Abdurrahman? masalah ini tentu tidak signifikan sama sekali. Dari itu, satu syarat dari masalah yang dipilih adalah masalah haruslah mengenai pertanyaan-pertanyaan yang signifikan, di mana hal tersebut kurang memperoleh perhatian di mas lampau.
b. Masalah haruslah menyatakan suatu hubungan.
Masalah harus menyatakan suatu hubungan antara dua atau lebih.variabel. Sebagai konsekuensi dari hal di atas, maka rumusan masalah merupakan pertanyaan. Contoh: ” Apakah konflik menambah atau mengurangi efisiensi organisasi?”
c. Masalah harus merupakan hal yang penting.
Masalah yang dipilih harus mempunyai arti dan nilai, baik dalam bidang ilmunya sendiri maupun dalam bidang aplikasi untuk penelitian terapan. Masalah harus ditujukan lebih utama untuk memperoleh fakta serta kesimpulan dalam suatu bidang tertentu. Pemecahan masalah tersebut seyogianya dapat diterbitkan oleh jurnal ilmu pengetahuan dan digunakan sebagai referensi dalam buku-buku teks.
d. Masalah harus dapat diuji.
Masalah harus dapat diuji, dengan perlakuan-perlakuan serta data dan fasilitas yang ada. Sekurang-kurangnya, masalah yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga memberikan implikasi untuk kemungkinan pengujian empiris. Suatu masalah yang tidak berisi implikasi untuk diuji hubungan-hubungan yang difromulasikan, bukanlah suatu masalah ilmiah.
e. Masalah harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.
Masalah harus dinyatakan secara jelas dan tidak membingungkan dalam bentuk pertanyaan. Perlu diingat, bahwa bukan semua pertanyaan walaupun begitu menarik, merupakan masalah atau pertanyaan ilmiah, karena masalah tersebut tidak dapat diuji. Contoh: “Bagaimana kita tahu?” ataupun pertanyaan, “Apakah pendidikan memperbaiki pengajaran anak-anak?”. Masalah tersebut sangat menarik, tetapi tidak dapat dipakai untuk suatu pengujian.
2. Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas.
Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut dapat dipecahkan. Ini berarti:

a. Data serta metode harus tersedia
Masalah yang dipilih harus mempunyai metode untuk memecahkannya dan harus ada data untuk menunjang pemecahan. Data untuk menunjang masalah harus pula mempunyai kebenaran yang standar, dan dapat diterangkan. Contoh, jika masalah yang kita pilih berkenaan dengan jatuhnya kerajaan Romawi, maka masalah tersebut sukar dipecahkan karena kompleksnya masalah dan terdapat kekaburan data tentang jatuhnya kerajaan Romawi.
b. Equipment dan kondisi harus mengizinkan
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan equipment dan alat yang tersedia. Walaupun equipment, tidak perlu yang muluk serta kompleks, tetapi equipment yang dipunyai haruslah dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Alat yang paling penting dalam memecahkan masalah adalah pikiran manusia itu sendiri. Banyak penemuan ahli-ahli tidak menggunakan equipment dan laboratorium yang komplit. Contoh: Goodyear menemukan vulkanisasi dalam dapurnya di New England, sedangkan Mozart menemukan sajak kuartet Magio Flute di rumah bola ketika sedang main bilyar.
c. Biaya untuk memecahkan masalah harus seimbang.
Biaya untuk pemecahan masalah harus selalu dipikirkan dalam memilih masalah. Jika masalah di luar jangkauan biaya, maka masalah yang ingin dipilih tidak fisibel sama sekali. Mencocokkan masalah dengan biaya merupakan seni atau keterampilan peneliti. Masalah yang dipilih janganlah sekali-kali dikaitkan untuk kepentingan sendiri, dalam arti untuk memperoleh keuntungan pribadi. Contoh: Charles Goodyear yang menemukan vulkanisasi karet meninggal dunia dengan meninggalkan hutang sebesar 200 dolar Amerika, ataupun Le Blanc, ilmuwan Prancis yang menemukan cara memperoleh alkali secara murah meninggal dunia dalam rumah miskin di Prancis.
d. Masalah harus didukung oleh sponsor yang kuat.
Masalah yang dipilih harus mempunyai sponsor serta administrasi yang kuat. Lebih-lebih lagi bagi peneliti mahasiswa, maka masalah yang dipilih harus diperkuat dengan adviser, pembimbing ataupun tenaga ahli yang sesuai dengan bidangnya. Dalam penelitian-penelitian besar, maka masalah yang dipilih harus didukung keuangannya yang kuat. Contoh: Charles Darwin, adalah bangsawan Inggris yang kaya, yang dapat mendukung pemilihan masalah dalam penelitiannya.
e. Tidak bertentangan dengan hukum dan adat.
Masalah yang dipilih harus tidak bertentangan dengan adat istiadat, hukum yang berlaku, maupun kebiasaan. Pilihlah masalah yang tidak akan menimbulkan kebencian orang lain. Janganlah memilih masalah yang dapat menimbulkan kebencian orang lain. Janganlah memilih masalah yang dapat menimbulkan pertentangan fisik atau itikad.



3. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti.
Masalah yang dipilih, selain mempunyai nilai ilmiah serta fisibel, juga harus sesuai dengan kualifikasi si peneliti. Dalam hal ini, masalah yang dipilih sekurang-kurangnya:
a. Menarik bagi si peneliti.
Masalah yang dipilih harus menarik bagi si peneliti dan cocok dengan bidang kemampuannya. Contoh: seorang ahli penelitian haruslah memilih judul mengenai pertanian, tidaklah wajar, misalnya, seorang sarjana pertanian memilih masalah penelitiannya: ”apakah faktor-faktor penyebab penyakit lumpuh pada anak-anak?”
b. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi.
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan kualifikasi peneliti sendiri. Dengan perkataan lain, sukar mudahnya masalah yang ingin dipecahkan harus sesuai dengan derajat ilmiah yang dipunyai peneliti. ” (Nazir, 2005: 112-116).
Menurut Kerlinger, “ Ada tiga kriteria untuk menentukan permasalahan yang baik dan pernyataan masalah yang baik. Pertama, masalah itu harus mengungkapkan suatu hubungan antara dua variabel atau lebih. Kedua, masalahnya harus dinyatakan secara jelas dan tidak ambigu dalam bentuk pertanyaan. Kriteria ketiga biasanya sulit dipenuhi, masalah dan pernyataan masalah harus dirumuskan dengan cara tertentu yang menyiratkan adanya kemungkinan pengujian masalah. ( Kerlinger,1996: 29).

Menurut Kartini K, Terdapat beberapa kriteria guna menilai suatu masalah yang akan diteliti dan perlu diperhatikan ialah:
a. Masalahnya cukup menarik bagi peneliti. Sebab akan merupakan tugas yang mematahkan hati dan semangat apabila masalahnya tidak menarik interest kita. Sedapat mungkin hendaknya kita memilih masalah yang paling memberikan entusiasme, kerja dan sesuai dengan minat kita.
b. Masalahnya belum terpecahkan seluruhnya (oleh para penulis atau peneliti yang terdahulu) masih mengandung kekurangan dan ada vacum. Hendaknya diingat, bahwa hasil penelitian diharapkan bisa memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan dengan menampilkan ide- ide orisinil dan tidak merupakan plagiat semata – mata.
c. Masalahnya harus bernilai, menyangkut kebutuhan vital dan kepentingan umum. Hasil penelitian itu bukan hanya berupa satu kumpulan data saja, akan tetapi benar – benar bisa berfungsi dan diharapkan berarti bagi dunia ilmiah serta kehidupan praktis. Juga menyajikan teori baru, kreasi baru atau penemuan baru.
d. Scope (bidang lapangan atau bidang jangkauan) yang memadai. Janganlah memilih suatu masalah yang memiliki scope terlalu luas, mengingat sempitnya waktu dan terbatasnya budget serta kemampuanintelektual. Sebaliknya, janganlah kita memilih tema yang memiliki scope terlalu sempit, karena hasilnya tidak memberikan manfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan kehidupan praktis.
e. Mengandung isi yang emosional, namun tetap disertai obyektivitas. Mengandung isi yang emosional disini berarti faktanya menyangkut kepentingan orang banyak, sehingga sangat mengikat emosi serta minat peneliti dan publik, untuk segera dipecahkan. Sekalipun hati dan emosi bergerak, namun obyektivitas harus ada di atas subyektivitas. Bersikap obyektif itu berarti tidak menyertakan keyakinan, dab harapan – harapan pribadi.
f. Mengumpulkan data dan informasi yang adekuat atau cocok dengan masalah yang telah dipilih. Sebab data yang cukup banyak (kuantitas besar) dan cukup kualitasnya itu bisa meringankan tugas penelitian. Data tersebut kemudian dicek dengan informasi hasil studi atau penelitian perpustakaan (library research). Jika sekiranya data yang diperoleh itu tidak mencukupi dan buku – buku referensi sangat kurang, maka sebaiknya kita memilih topik (pokok permasalahan)lain yang lebih menguntungkan.
g. Mengungkap masalahnya dengan bahasa yang ringkas, namun cukup cermat dan terang gamblang. Cara penulisan semacam ini tidak mudah, karena orang harus berulang kali mangadakan koreksi dan perubahan – perubahan secara redaksional. ( Kartini K, 1990:64)


6. Sumber Untuk Memperoleh Masalah
Menurut Nazir, ” Sebenarnya sumber-sumber di mana masalah diperoleh antara lain:
1. Pengamatan terhadap Kegiatan Manusia
Pengamatan sepintas terhadap kegiatan-kegiatan manusia dapat merupakan sumber masalah yang akan diteliti. Contoh: Seorang ahli ilmu jiwa dapat menemukan masalah ketika melihat tingkah laku pekerja pabrik melakukan kegiatan mereka dalam pabrik.
2. Pengamatan terhadap Alam Sekeliling
Peneliti-peneliti ilmu natura seringkali memperoleh masalah dari alam sekelilingnya. Contoh: Seorang ahli ilmu bintang banyak memperoleh masalah ketika ia mengamati cakrawala.
3. Bacaan
Bacaan-bacaan dapat merupakan sumber dari masalah yang dipilih untuk diteliti. Lebih-lebih jika bacaan tersebut merupakan karya ilmiah ataupun makalah, maka banyak sekali rekomendasi di dalamya yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
4. Ulangan Serta Perluasan Penelitian
Masalah juga dapat diperoleh dengan mengulang percobaan-percobaan yang pernah dilakukan, di mana percobaan yang telah dilakukan tersebut belum memuaskan. Contoh: Penemuan penisilin oleh Fleming di tahun 1929 telah terhenti beberapa lama, sampai kemudian Florey meneliti kembali sifat-sifat penisilin sebagai alat penyembuh penyakit.
5. Cabang Studi yang Sedang Dikembangkan
Kadangkala masalah ditemukan,bukan dari bidang studi itu sendiri, tetapi dari cabang yang timbul kemudian, yang mula-mula dipikirkan tidak berapa penting sifatnya. Contoh: Ketika Pasteur meneliti penyakit kolera dengan menyuntik ayam-ayam percobaannya dengan mikorba kolera, pada suatu hari ia kehabisan ayam-ayam sehat. Ia kemudian terpaksa menggunakan ayam-ayam yang pernah kena kolera. Dilihatnya, ayam-ayam tersebut tidak mati akibat suntikan mikroba kolera. Dari percobaan ini ia tertarik akan ketahanan ayam-ayam tersebut, dan ia menemukan masalah yang mendorongnya meneliti tentang prinsip-prinsip kekebalan atau imunisasi.
6. Catatan dan Pengalaman Pribadi
Catatan pribadi serta pengalaman pribadi sering merupakan sumber dari masalah peneltian. Dalam penelitian sosial, pengalaman serta catatan pribadi tentang sejarah sendiri, baik kegiatan pribadi ataupun kegiatan profesional dapat merupakan sumber masalah untuk penelitian.
7. Praktik Serta Keinginan Masyarakat
Praktik-praktik yang timbuk dan keinginan-keinginan yang menonjol dalam masyarakat dapat merupakan sumber masalah. Praktik-praktik tersebut merupakan tunjuk perasaan, pernyataan-pernyataan pemimpin, otorita ilmu pengetahuan baik bersifat lokal,daerah, maupun nasional. Contoh: Adanya ketimpangan antara input dan produktivitas sekolah dapat merupakan sumber masalah.
8. Bidang Spesialisasi
Bidang spesialisasi seseorang dapat merupakan sumber masalah. Seorang spesialis dalam bidangnya, telah menguasai ilmu yang dalam-dalam bidang spesialisasinya. Dari itu, banyak sekali masalah yang memerlukan pemecahan dalam bidang spesialisai tersebut.
9. Pelajaran yang Sedang Diikuti
Pelajaran yang sedang diikuti dapat merupakan sumber dari masalah penelitian. Diskusi kelas, hubungan antara dosen dengan mahasiswa banyak mempengaruhi mahasiswa dalam memilih masalah untuk penelitian. Pengaruh staf senior serta ajarannya dapat merupakan sumber masalah bagi mahasiswa yang ingin membuat thesis.
10. Diskusi-diskusi Ilmiah
Masalah penelitian dapat juga bersumber dari diskusi-diskusi ilmiah, seminar, serta pertemuan-pertemuan ilmiah. Dalam diskusi tersebut, seseorang dapat menangkap banyak analisis ilmiah, serta argumentasi-argumentasi profesional, yang dapat menjurus pada suatu permasalahan baru.
11. Perasaan Intuisi
Kadang kala, perasaan intuisi dapat timbul tanpa disangka, dan kesulitan tersebut dapat merupakan masalah penelitian. Tidak jarang, seseorang yang baru bangun dari tidurnya dihadapkan pada kesulitan secara intuisi, ataupun seseorang yang sedang buang air besar di kakus, dapat menghasilkan suatu masalah yang ingin dipecahkan, yang muncul-muncul tiba. ”(Nazir, 2005: 116-119).
Menurut Sumandi S, Hal – hal yang dapat menjadi sumber masalah, adalah :
1. Bacaan. Bacaan, terutama bacaan yang melaporkan hasil penelitian, mudah dijadikan sumber masalah penelitian, karena laporan penelitian yang baik tentu akan mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut dengan dengan arah tertentu. Hal yang demikian itu mudah dimengerti, karena tidak pernah ada penelitian yang tuntas. Kadang – kadang suatu penelitian menampilkan masalah lebih banyak daripada yang dijawabnya. Justru karena hal yang demikian maka ilmu pengetahuan itu selalu mengalami kemajuan.
2. Diskusi, Seminar, Pertemuan ilmiah. Diskusi, Seminar, dan lain – lain pertemuan ilmiah juga merupakan sumber masalah penelitian yang cukup kaya, karena pada umumnya dalam pertemuan ilmiah demikian itu para peserta melihat hal – hal yang dipersoalkan secara profesional. Dengan kemampuan profesional para ilmuan peserta pertemuan ilmiah melihat, menganalisis, menyimpulkan dan mempersoalkan hal – hal yang dijadikan pokok pembicaraan. Dengan demikian mudah sekali muncul masalah – masalah yang memerlukan penggarapan melalui penelitian.
3. Pernyataan pemegang otoritas. Pernyataan pemegang otoritas, baik pemegang otoritas dalam pemerintahan maupun pemegang otoritas dalam bidang ilmu tertentu, dapat menjadi sumber masalah penelitian. Contoh: pernyataan seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai rendahnya daya serap murid – murid SMA atau pernyataan seorang Direktur Jendral Pendidikan Tinggi tentang kecilnya daya tampung perguruan tinggi, dapat secara langsung mengundang berbagai penelitian. Pernyataan ahli – ahli pendidikan dan ahli – ahli psikologi mengenai perlu dan tidaknya penjurusan di SMA.
4. Pengamatan Sepintas. Seringkali terjadi, seseorang menemukan masalah penelitiannya dalam suatu perjalanan atau peninjauan. Ketika berangkat dari rumah sama sekali tidak ada rencana untuk mencari masalah penelitian. Tetapi ketika menyaksikan hal – hal tertentu di lapangan, timbullah pernyataan – pernyataan dalam hati yang akhirnya terkristalisasikan dalam masalah penelitian.
5. Pengalaman Pribadi. Pengalaman pribadi sering pula menjadi sumber bagi diketumukannya masalah penelitian. Lebih – lebih dalam ilmu – ilmu sosial, hal yang demikian itu sering terjadi. Mungkin pengalaman pribadi itu berkaitan dengan sejarah perkembangan dan kehidupan pribadi, mungkin pula berkaitan dengan kehidupan profesional.
6. Perasaan Intuitif. Tidak jarang terjadi, masalah penelitian itu muncul dalam pikiran ilmuwan pada pagi hari setelah bangun tidur atau paa saat habis istirahat. Rupanya selama tidur atau istirahat itu terjadi semacam konsolidasi atau pengendapan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti itu. (Sumandi S,1983: 67)


7. Pembatasan Masalah
Komponen selanjuntnya dari permasalahan adalah pembatasan dari masalah yang telah diidentifikasi dari identifikasi masalah. Menurut Aritonang R. “Pembatasan masalah merupakan pemilihan sebagian dari beberapa permasalahan yang telah diidentifikasi. Pembatasan permasalahan itu disertai dengan argumentasi yang relevan, logis, dan tidak mengada-ada.” (Aritonang R, 2007: 22).
Menurut Arikunto, ”Problematika penelitian merupakan pertanyaan yang dijadikan tonggak bagi peneliti dengan tegas mengemukakan problematika, terlebih dahulu harus memberikan batasan. Ada dua jenis batasan yang seringkali dikacaukan para calon peneliti, yaitu:


a. Batasan Pengertian
Batasan pengertian yang kadang-kadang disebut dengan ”batasan istilah” adalah bagian dari proposal maupun laporan penelitian tempat peneliti memberikan penjelasan kepada orang tentang hal-hal yang berkenaan dengan kegiatan penelitiannya. Pentingnya peneliti memberikan penjelasan tentang pengertian ini adalah agar orang lain yang berkepentingan dengan penelitian tersebut mempunyai persepsi yang sama dengan peneliti.
b. Batasan Masalah
Batasan masalah merupakan sejumlah masalah yang merupakan pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya melalui penelitian. Dengan makna tersebut maka ”batasan masalah” sebenarnya adalah batasan permasalahan. Untuk sampai pada batasan masalah, peneliti terlebih dahulu harus mencoba mendaftar sebanyak-banyaknya masalah yang menjadi ganjalan di dalam pikirannya, yang sekiranya dapat dicarikan jawabannya melalui kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Tahap ini dinamakan identifikasi masalah. Dari banyak masalah-masalah yang berhasil didaftar atau diidentifikasi tersebut, dengan menyesuaikan diri dengan keterbatasn yang dimiliki, peneliti hanya memilih satu atau beberapa masalah yang dianggap penting dan berguna untuk pemecahannya. Tahap inilah yang disebut dengan batasan masalah.” (Arikunto, 1995: 17-18).
Menurut Tim PPTA, ” Pembatasan masalah ini menjelaskan tentang ruang lingkup penelitian yang dibuat. Ruang lingkup ini menentukan kompleksitas/kedalaman penelitian. Pada pembatasan masalah ini diuraikan hal-hal apa saja yang tercakup dalam penelitian ini dan hal-hal apa yang terkait dengan topik pada penelitian tetapi tidak dilakukan dalam penelitian ini. Pembatasan masalah diperlukan agar pembaca dapat menyikapi temuan penelitian sesuai dengan kondisi yang ada.” (Tim PPTA, 2006: 5)
Dalam Website www.azuarjuliandi.com, “Batasan masalah= scoupe of problem = ruang lingkup masalah=membatasi ruang lingkup masalah yang terlalu luas /lebar sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan.
• Sumber yang relevan : identifikasi masalah
• Isi batasan masalah:
– Kemukakan masalah-masalah yang sudah dipilih untuk dikaji dalam penelitian.
Contoh:
􀂃 Alternatif 1: Penelitian ini tidak mengkaji seluruh faktor yang mempengaruhi permasalahan kinerja, namun hanya sebatas ruang lingkup motivasi dan kemampuan karyawan saja (lihat identifikasi masalah).
􀂃 Alternatif 2: Dari identifikasi masalah sebelumnya, hanya dua faktor kinerja saja yang diteliti, yakni motivasi dan kemampuan karyawan. Motivasi yang dimaksud hanya sebatas motivasi berprestasi, dan kemampuan yang dimaksud hanya kemampuan intelektual saja.
– Boleh mengemukakan batasan lain selain masalah itu sendiri, misalnya membatasi membatasi responden, daerah penelitian, dan lain-lain
Contoh:
􀂃 Alternatif 1: Responden yang diteliti hanya difokuskan kepada karyawan bagian umum dan karyawan personalia.
􀂃 Alternatif 2: Fokus penelitian ini tidak dilakukan pada kantor pusat, namun hanya pada beberapa kantor cabang yang ada, yakni…”

8. Perumusan Masalah
Setelah masalah diidentifikasikan dan dipilih, maka tibalah saatnya masalah dirumuskan. Menurut Nazir, “Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan hipotesis nantinya, dan dari rumusan dapat menghasilkan topik atau judul dari penelitian.” (Nazir, 2005: 119).
Menurut Aritonang R., “Dengan perumusan masalah dalam kalimat pertanyaan, diharapkan informasi yang akan dihasilkan guna menjawab akan makin jelas.” (Aritonang R, 2007: 22).
Menurut Nazir, ”Umumnya perumusan masalah dilakukan dengan kondisi berikut:
a. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
b. Rumusan masalah hendaknya jelas dan padat.
c. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkan masalah.
d. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesis.
e. Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian.
Contoh: “Apakah hasil padi ladang akan bertambah jika dipupuk dengan pupuk K?” atau ”Apakah ada hubungan antara konsumsi rumah tangga petani dengan pendapatan dan kekayaan petani?”
Ada beberapa hal yang perlu diingat dalam merumuskan masalah. Masalah ilmiah tidak boleh merupakan pertanyaan-pertanyaan etika atau moral. Hindarkan masalah yang merupakan metodologi. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan ”metode sampling” atau ”pengukuran” dan lain-lain, supaya jangan digunakan dalam memformulasikan masalah. ” (Nazir, 2005: 119).
Pada perumusan masalah, perlu diuraikan masalah utama yang menjadi fokus penelitian.Selain itu, lingkup permasalahan perlu ditegaskan dan dilakukan perumusan masalah.Perumusan masalah harus dapat menunjukkan inti permasalahan penelitian dan variabel- variabelyang akan diteliti. Perumusan masalah harus singkat, jelas dan spesifik.
Menurut Sumadi S, perumusan masalah penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langkah – langkah selanjutnya. Tidak ada aturan umum mengenai cara merumuskan maslah itu, namun dapat disarankan hal – hal berikut ini :
a. Masalah hendaklah dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya.
b. Rumusan itu hendaklah padat dan jelas.
c. Rumusan itu hendaklah memberi petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan – pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu.

Contoh:
• Apakah mengajar dengan metode diskusi lebih berhasil daripada mengajar dengan metode ceramah?
• Bagaimanakah hubungan antara IQ dengan prestasi belajar di perguruan tinggi?
• Apakah mahasiswa yang tinggi nilai ujian masuknya juga tinggi indeks prestasi belajarnya?
• Apakah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang berasla dari jurusan IPA berbeda prestasi belajarnya dari mereka yang berasal dari jurusan IPS?. (Sumandi S,1983: 71)
Menurut Tim PPTA, “Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicari jawabannya. Dalampermasalahan harus dirumuskan aspek-aspek tertentu secara spesifik, jelas dan lengkap. Hal ini disebut sebagai perumusan masalah. Jadi selain penjelasan dengan kalimat-kalimat pernyataan yang relevan (di dalam latar belakang masalah) juga dapat dituliskan perumusan masalah yang dinyatakan sebagai kalimat tanya. Kalimat tanya dapat diawali dengan kata : bagaimana, apakah, atau kata yang relevan dengan masalah yang dimaksud.
Contoh perumusan masalah :
1. Bagaimana membuat sistem komputerisasi yang dapat melaporkan
tentang laporan rugi laba, laporan stock barang, laporan hutang dan
piutang dagang, laporan stock opname dan laporan kontribusi para
anggota koperasi.
2. Karena sulitnya melakukan peramalan jumlah optimal yang diperlukan
dengan faktor dan keadaan yang tidak menentu (kecenderungan dan
musiman), maka diperlukan suatu aplikasi yang dapat melakukan
peramalan secara otomatis.” (Tim PPTA, 2006: 5)
Dalam Website www.azuarjuliandi.com, “Rumusan masalah= problem
question=pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi arah kemana sebenarnya penelitian akan dibawa, dan apa saja sebenarnya yang ingin dikaji/dicari tahu oleh si peneliti.
• Sumber relevan: batasan masalah/masalah yang sudah dibatasi/variabel yang sudah dipilih
• Isi rumusan masalah untuk penelitian asosiatif:
Contoh Judul: Hubungan motivasi kerja dan kemampuan karyawan dengan kinerja karyawan PT. X Medan.
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang variabel bebasnya/x (jika variabel bebasnya lebih dari satu, maka pertanyaan juga harus
lebih dari satu)
Contoh:
Bagaimana tingkat motivasi kerja karyawan PT.X Medan?
Bagaimana tingkat kemampuan kerja karyawan PT.X Medan?
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan variabel terikatnya/y (jika
variabel terikatnya lebih dari satu, maka pertanyaan juga harus lebih dari satu)
Contoh: Bagaimana tingkat kinerja karyawan PT.X Medan?
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan hubungan variabel bebas dengan variabel terikatnya (jika variabel bebas lebih dari satu, maka susun kalimat yang mempertanyakan hubungan variabel bebas pertama (x1) dengan variabel terikat (y), dan susun pula kalimat yang mempertanyakan hubungan variabel bebas kedua (x2) dengan variabelterikat (y), begitu seterusnya.
Contoh:
Bagaimana hubungan motivasi kerja dengan kinerja karyawan PT.X Medan?
Bagaimana hubungan kemampuan karyawan dengan kinerja karyawan PT.X Medan?
Bagaimana hubungan motivasi kerja dan kemampuan karyawan dengan kinerja karyawan PT.X Medan?
• Isi rumusan masalah untuk penelitian komparatif:
Contoh Judul: Perbedaan motivasi kerja Karyawan Bagian Umum dan Bagian Personalia di PT. X Medan.
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang objek pertama
Contoh:
Bagaimana tingkat motivasi kerja karyawan Bagian Umum di PT.X Medan?
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang objek kedua
Contoh:
Bagaimana tingkat motivasi kerja karyawan Bagian Personalia di PT.X Medan?
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang perbedaan objek
Contoh:
Apakah ada perbedaan tingkat motivasi kerja karyawan Bagian Umum dan Bagian Personalia di PT.X Medan?

• Isi rumusan masalah untuk penelitian deskriptif:
Contoh Judul: Analisis motivasi kerja, kemampuan kerja, dan kinerja karyawan di PT. X Medan.
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang variabel pertama
Contoh:
Bagaimana tingkat motivasi kerja karyawan PT.X Medan?
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang variabel kedua
Contoh:
Bagaimana tingkat kemampuan kerja karyawan PT.X Medan?
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan tentang variabel ketiga
Contoh:
Bagaimana tingkat kinerja karyawan PT.X Medan?”


9. Tujuan dan Manfaat
Sesudah kita formulasikan masalah, maka langkah selanjutnya adalah membangun tujuan penelitian. Menurut Nazir, ”Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan atau statement tentang apa yang ingin kita cari atau yang ingin kita tentukan. Kalau masalah penelitian dinyatakan dalam kalimat pertanyaan (bentuk interogatif), maka tujuan penelitian diberikan dalam kalimat pernyataan (bentuk deklaratif). Tujuan penelitian biasanya dimulai dengan kalimat: ”untuk menentukan apakah....”, atau ”untuk mencari....”, dan sebagainya. Tujuan penelitian haruslah dinyatakan secara lebih spesifik dibandingkan dengan perumusan masalah. Jika masalah merupakan konsep yang masih abstrak, maka tujuan penelitian haruslah konstrak yang lebih kongkrit.” (Nazir, 2005: 121).
Tujuan penelitian mengungkapkan tujuan umum dan khusus yang merupakan jawaban terhadap masalah penelitian.
Manfaat penelitian merupakan pernyataan bahwa penelitian yang diusulkan dapat menggambarkan kontribusi yang diberikan, serta bermanfaat secara teoritis maupun praktis.
Menurut Suparmoko, “ Tujuan penelitian pada umumnya disesuaikan dengan keinginan dan kemauan dari peneliti atau pihak sponsor dari penelitian yang bersangkutan. Tujuan utama dari suatu penelitian terapan pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam yaitu untuk:
a. Mendapatkan informasi sebagai dasar untuk memberi saran atau rekomendasi kepada pihak-pihak tertentu (sponsor) di dalam pemecahan suatu masalah.
b. Mendapatkan informasi yang lengkap dan dapat dipercaya terhadap permasalahan yang belum diketahui secara pasti baik oleh peneliti maupun pihak sponsor.
c. Memperjelas kebenaran sesuatu masalah yang sedang menjadi pust perhatian bagi peneliti sendiri atau pihak sponsor.
d. Berusaha memberi gambaran mengenai hasil yang diharapkan dari suatu pelaksanaan kebijaksanaan. ” (Suparmoko, 1991: 16).
Menurut Tim PPTA, ” Tujuan adalah pernyataan mengenai apa yang akan dilakukan atau apa yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut. Oleh karena itu, tujuan dikemukakan secara deklaratif. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan perumusan masalah penelitian. Penulisan tujuan harus menggunakan kalimat pernyataan yang ringkas, jelas dan lengkap. Jika apa yang hendak dicapai/dibuat terdiri dari beberapa hal, maka semuanya harus disebutkan dalam tujuan dengan penyebutan yang diurai dalam butir-butir.” (Tim PPTA, 2006: 5 ).
Dalam Website www.azuarjuliandi.com, “• Tujuan penelitian= research goal=hal-hal yang diharapkan akan tercapai dari penelitian yang dilakukan, sesuai dengan apa yang dipertanyakan pada rumusan masalah. Dengan demikian apa yang dipertanyakan pada rumusan masalah, hal itu juga yang menjadi tujuan penelitian.
• Sumber relevan: rumusan masalah
• Isi tujuan penelitian untuk penelitian asosiatif:
Contoh Judul: Hubungan motivasi kerja dan kemampuan karyawan dengan kinerja karyawan PT. X Medan.
– Kemukakan tujuan yang diharapkan tentang variabel bebasnya/x (jika variabel bebasnya lebih dari satu, maka pertanyaan juga harus lebih dari satu)
Contoh:
􀂃 Mengkaji tingkat motivasi kerja karyawan PT.X Medan
􀂃 Mengkaji tingkat kemampuan kerja karyawan PT.X Medan
– Kemukakan kalimat yang mempertanyakan variabel terikatnya/y (jika variabel terikatnya lebih dari satu, maka pertanyaan juga harus lebih dari satu)
Contoh:
􀂃 Mengkaji tingkat kinerja karyawan PT.X Medan
– Kemukakan tujuan tentang hubungan variabel bebas dengan variabel terikatnya (jika variabel bebas lebih dari satu, maka susun kalimat yang mengemukakan tujuan tentang hubungan variabel bebas pertama (x1) dengan variabel terikat (y), dan tujuan tentang hubungan variabel bebas kedua (x2) dengan variabel terikat (y), begitu seterusnya.
Contoh:
􀂃 Mengkaji hubungan motivasi kerja dengan kinerja karyawan PT.X Medan.
􀂃 Mengkaji hubungan kemampuan karyawan dengan kinerja karyawan PT.X Medan.
􀂃 Mengkaji hubungan motivasi kerja dan kemampuan karyawan dengan kinerja karyawan PT.X Medan
Catatan: untuk penelitian komparatif dan deskriptif, dapat disesuaikan
dengan rumusan masalahnya.
MANFAAT PENELITIAN
• Manfaat Penelitian= hal-hal yang kemungkinan bisa berguna setelah penelitian selesai dilaksanakan.
• Isi manfaat penelitian bisa berupa:
– Manfaat teoritis (keilmuan)
Contoh:
􀂃 Memperluas pengetahuan penulis dalam masalah manajemen sumber daya manusia, khususnya tentang kinerja, motivasi, dan kemampuan karyawan.
􀂃 Menjadi referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang relevan.
– Manfaat praktis (pemecahan masalah)
Contoh:
􀂃 Memberikan referensi bagi perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia yang efektif.”






Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi DR. . Manajemen Penelitian. Edisi 3. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.

Aritonang R, Lerbin R. . Riset Pemasaran: Teori & Praktik. Bogor: Ghalia Indonesia, 2007.

Nazir,Moh., Ph.d. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Kerlinger, Fred N. . Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Drs. Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.

Suparmoko, Dr,M.,M.A. . Metode Penelitian Praktis (untuk ilmu-ilmu sosial ekonomi). Edisi 3. Yogyakarta: BPFE, 1991.

Supranto J., Prof.,Drs,M.A.,APU. Metode Riset. Edisi Revisi 7. Jakarta: Pt Rineka Cipta, 2003.

Tim PPTA. Petunjuk Penyusunan Proposal Tugas Akhir. Surabaya: Sekolah Manajemen Informatika & Teknik Komputer, 2006.

www.azuarjuliandi.com
Suryabrata, Sumadi. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rajawali, 1983.
Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju, 1990.